Rabu, 10 November 2010

Sistem Kekerabatan Masyarakat Itawaka


Sistem kekerabatan yang berada pada masyarakat desa Itawaka adalah menganut hubungan patrilineal yang mengikuti suatu pola menetap patrilokal. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Subjakto Koentjaraninggrat (1995).

Kesatuan-kesatuan kekerabatan yang lebih besar dan keluarga yang sangat penting diketahui adalah mata rumah (fam) adalah suatu kelompok kekerabatan yang bersifat patrilineal. Mata rumah merupakan suatu kesatuan dari laki-laki dan perempuan yang belum kawin serta para isteri dari laki-laki yang belum kawin ( Papilaya. J, 2003).

Hubungan kekerabatan biasanya mencakup, hubungan dengan orang-orang berdasarkan garis keturunan yang sama dan juga semua orang yang erat hubungan kekeluargaan dengan kita. Terkait dengan hal itu, maka Ziwar (1987) mengemukakan bahwa hukum kekerabatan tidak hanya mengatur hubungan antara orang lain saja, tetapi menurut garis menyimpang, paman ataupun bibi (tante) dengan keponakan-keponakannya, antara anak dengan orang tuanya bersaudara. Sistem ini juga mengatur hubungan hukum persemendaan sesuai dengan kerabat pihak ibu dan ayahnya. Selain sistem kekerabatan yang bersifat unilineal itu terdapat pula kesatuan lain yang lebih besar yang bersifat bilateral, yaitu famili. Famili merupakan kesatuan kekerabatan yang berada di sekeliling individu yang didalamnya terdapat warga disekitarnya.

Menurut Subyakto (1976), bahwa famili merupakan kesatuan kekerabatan di sekeliling individu yang terdiri dari warga-warga yang masih hidup dari mata rumah asli yang merupakan keturunan dari keempat nenek moyang (leluhur). Kekerabatan sebagai suatu kesatuan sosial yang hidup dan berkembang terdiri dari sejumlah keluarga batih, Keluarga batih itu sendiri merupakan suatu kesatuan yang terkecil dimana tanggung jawab berada pada ayah sebagai kepala keluarga (Uneputty, 1993).

Sebagai wujud dari hubungan kekerabatan dalam hubungan sosial budaya masyarakat desa Itawaka, dijumpai adanya suatu ikatan yang cukup kuat, yang disebut dengan lTuang Karja". Tuang Karja terbentuk dari beberapa marga, sebagai contoh: seperti marga Papilaya, marga Tomasoa dan marga Syaranamual. Ketiga marga itu terikat dalam satu Tuang Karja dimana kesatuan mata rumahnya dikenal dengan nama "Lume Teun Lesila Pewaka Tamalene". Kesatuan Tuang Karja yang terikat ini tidak diperbolehkan kawin, sebab apabila kawin maka keluarga rumahtangganya sering mengalami gangguan bahkan mati. Fungsi dan peran Tuang Karja dapat dikemukakan pada saat upacara perkawinan dan upacara adat lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar